Rabu, 23 Maret 2011

Tolak Kenaikan Harga BBM 2008!


[Edisi 405]. Kenaikan harga BBM bukan lagi sekadar wacana. Sebagaimana diungkap banyak media, Pemerintah sudah pasti akan menaikkan harga BBM di dalam negeri sekitar akhir Mei atau awal Juni ini. Kebijakan ini jelas harus dipertanyakan. Kebijakan ini terasa tidak adil dan menyengsarakan rakyat. Jika carut-marut ekonomi lebih banyak ditimbulkan oleh kebijakan keliru Pemerintah, praktik korupsi serta ulah para bankir dan konglomerat hitam, mengapa rakyat banyak yang harus selalu menanggung akibatnya?
Soal besarnya subsidi yang berulang-ulang disebut oleh pejabat Pemerintah sebanyak lebih dari Rp 200 triliun dan akan menjadi lebih Rp 300 triliun jika BBM tidak segera dinaikkan juga patut dipertanyakan. Subsidi sebesar itu baru benar jika seluruh minyak mentah diimpor dari luar negeri. Faktanya, Indonesia masih memproduksi 910 ribu barel minyak mentah setiap hari. Memang, produksi sebanyak itu tidak mencukupi sehingga harus impor. Nah, mestinya, subsidi itu dihitung dari jumlah minyak mentah yang diimpor itu. Mantan Kepala Bappenas Kwik Kian Gie menyebut, jika perhitungan dilakukan dengan benar, Pemerintah sesungguhnya malah mendapatkan kelebihan uang tunai; yakni selisih harga jual BBM di dalam negeri dengan besarnya subsidi dari minyak mentah impor. Besarnya diperkirakan mencapai Rp 35 triliun. Kemana dana sebesar ini?
Pernyataan bahwa kenaikan BBM demi orang miskin juga harus dipertanyakan karena faktanya, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto, (Kompas, (7/5), kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa.
Bantuan Tunai Langsung (BLT) plus sembako yang akan dibagikan kepada 19 juta rakyat miskin jelas tidak mencukupi karena selain jumlahnya kurang, sifatnya hanya sementara.
Menanggapi rencana kenaikan harga BBM, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berpendapat, hubungan Pemerintah dengan rakyat dalam masalah BBM sebagai milik publik, bukanlah hubungan antara penjual dan pembeli, melainkan hubungan antara yang mengurusi urusan rakyat dan rakyatnya yang berhak menikmati harta kekayaan milik mereka (BBM) itu dengan harga sewajarnya (murah). Di tengah-tengah krisis ekonomi yang menghimpit masyarakat saat ini, menaikkan harga BBM adalah tindakan zalim. Pemerintah tidak menunjukkan dirinya sebagai pelindung rakyat.
Hizbut Tahrir Indonesia melihat sebenarnya ada banyak cara yang bisa untuk menghindari kenaikan harga BBM, yakni:
  1. Penghematan belanja negara hingga 20 persen, mulai dari kantor kepresidenan, DPR, kementerian, dan lembaga negara lain. Minimal Rp 20 triliun bisa dihemat di sini. Nah, yang ada sekarang, sama sekali tidak tampak nuansa krisis. Tengoklah suasana dan fasilitas kantor-kantor Pemerintah serta perilaku pejabat-pejabatnya. Tidak tampak sedikitpun nada prihatin. Bahkan gaya hidup mereka pun tidak mencerminkan pemimpin dari sebuah negara yang sedang menderita.
  2. Pembayaran angsuran utang harus dijadwalkan kembali, bahkan pembayaran bunga (riba) utang yang ternyata memakan porsi yang cukup besar harus tidak dilakukan. Dalam APBN tahun 2008 ini cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai Rp 151,2 triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Untuk membayar bunga saja sekitar Rp 94 triliun (lebih dari 10 miliar dolar AS). Karena itu, penangguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.
  3. Memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja, dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08). Ini jelas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban Pemerintah dan masyarakat.
  4. Pajak progresif terhadap komoditas yang booming seperti minyak, gas, batubara, tembaga, dan perkebunan. Tax rate-nya dinaikkan sejalan dengan naiknya harga. Jika tax rate atas minyak ditetapkan 50 persen, penerimaan pajak bisa naik minimal Rp 9 triliun. Jika 60 persen, naiknya Rp 15 triliun (Drajat Wibowo, Republika, 7/5).
  5. Memangkas perantara yang ada dalam ekspor dan impor minyak.Perantara ini cuma calo, berbasis di Singapura, dan mengambil margin minimal 0,5-1,0 dolar AS perbarel (Drajat Wibowo, Republika, 7/5).
  6. Lindung nilai (hedging) harga minyak dapat menghemat sedikitnya Rp 55,2 triliun. Jika realisasi harga minyak 115 dolar AS perbarel dan hedgingbeli di harga 95 dolar AS, terdapat selisih 20 dolar AS. Dengan mengalikan selisih 20 dolar AS terhadap konsumsi BBM 35,5 juta kiloliter, ada potensi penerimaan Rp 44,59 triliun (Sunarsip, Republika, 7/5).
  7. Menekan besaran alpha (margin distribusi BBM) pendistribusian BBM bersubsidi ke Pertamina dari 9 persen menjadi 5 persen. Subsidi yang bisa dihemat dari penurunan alpha Rp 9,534 triliun (Agung Pri Rakhmanto,Republika, 7/5).
Dari tujuh cara di atas bakal didapat dana lebih besar daripada dana dari kenaikkan BBM 30%. Selain itu, Pemerintah juga harus sungguh-sungguh berusaha mengembalikan dana BLBI yang menguap entah kemana. Berapa penghematan yang didapat oleh Pemerintah untuk kenaikan harga BBM? Rp 35 triliun. Bandingkan dengan dana BLBI yang telah dikorup para konglomerat hitam, yang menurut catatan Kompas (2/1/2003) sekitar Rp 225 triliun! Kemana uang itu? Mengapa untuk uang yang hanya sekitar Rp 35 triliun yang didapat dari menaikkan 30% harga BBM Pemerintah tega mengorbankan 220 juta rakyatnya, sementara uang negara Rp 225 triliun yang dikorup segelintir konglomerat itu dibiarkan saja?
Mengapa Pemerintah tidak segera menggelandang mereka, kalau perlu menyita seluruh harta pribadinya dengan ancaman hukuman fisik? Mengapa mereka malah justru mendapatkan R&D (release and discharged) alias pengampunan hukum, sementara di sisi lain Pemerintah tega menambah derita mayoritas rakyat dengan menaikkan harga-harga?
Pemerintah harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya alam (migas, emas, batubara dan lainnya) yang sangat melimpah itu, yang hakikatnya adalah milik seluruh rakyat. Harus ada strategi baru dalam memanfaatkan sumberdaya itu dari corporate based management (pengelolaan oleh swasta) ke state based management (pengelolaan oleh negera).Pemberian ladang konsesi kepada perusahaan asing untuk mengelola SDA terbukti membuat hasilnya lebih banyak dinikmati oleh perusahaan-perusahaan itu ketimbang yang dirasakan oleh rakyat. Sudah saatnya, kontrak karya dengan berbagai perusahaan migas asing itu ditinjau dan dibatalkan. Sebagai gantinya, Pemerintah sebagai pemegang amanah rakyat mengedepankan BUMN untuk mengelola itu semua secara profesional dan amanah.
Dana yang didapat dari pengelolaan SDA oleh BUMN secara amanah dan profesional tentu bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan mencukupi keuangan negara. Langkah itulah yang harus dilakukan, bukan justru melakukan privatisasi BUMN. Divestasi atau penjualan BUMN kepada swasta (lokal maupun asing) jelas merupakan langkah bunuh diri, yang akan semakin menjauhkan negara dari memelihara kemaslahatan rakyat.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
  1. Menolak rencana kenaikan harga BBM karena akan menambah kesengsaraan rakyat dan bukan cara yang sahih untuk mengatasi krisis keuangan negara. Pemerintah adalah pemimpin yang mengurus kepentingan rakyat, yang seharusnya mewujudkan kemaslahatan rakyat, bukan malah membuat mereka menderita! Rasulullah Muhammad yang mulia bersabda,»
وَاْلإِِمَامُ الَّذِيْ عَلىَ النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ«
Imam yang memimpin manusia laksana penggembala; dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya (HR Muslim).
  1. Menolak cara-cara kapitalistik dalam pengaturan ekonomi Indonesia. Sudah saatnya sistem Kapitalisme yang selama ini mencengkeram Indonesia dan menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak harus ditinggalkan. Campur tangan Asing (IMF, Bank Dunia dan lainnya) dengan memaksakan pengurangan subsidi dan liberalisasi sektor migas yang terbukti makin menyengsarakan rakyat juga harus dihindarkan. Allah SWT berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيل
Sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (QS an-Nisa’ [4] : 141).
  1. Sebagai gantinya, di Indonesia harus diterapkan sistem ekonomi yang adil, yakni sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada syariah dan dikelola secara mandiri. Sistem seperti inilah yang dijamin akan membawa kerahmatan bagi negeri ini. Jika Sosialisme telah gagal, Kapitalisme pun demikian, kemana lagi kita akan menuju jika tidak pada Islam? Allah SWT berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
  1. Akhirnya, Hizbut Tahrir Indonesia mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pejabat dan para wakil rakyat, bahwa sesungguhnya negeri ini tidaklah akan bisa keluar dari krisis yang membelenggu kecuali jika di negeri ini diterapkan syariah Islam secara kâffah. Dengan syariah itulah kita mengatur aspek ekonomi agar kesejahteraan sekaligus kemuliaan rakyat bisa dicapai, keamanan bisa ditegakkan, kedamaian bisa diwujudkan dan kebahagiaan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, harus ada gerakan bersama untuk kembali pada syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan menetapkan pemimpin yang amanah, tidak korup dan bertindak culas. Sungguh, hanya melalui syariah Islam dan pemimpin yang amanah sajalah kita bisa mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara baik.
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul dan kaum Mukmin. Namun, orang-orang munafik itu tiada mengetahuinya (QS al-Munafiqun [63] : 8). []
KOMENTAR
Penolakan Harga BBM Naik Meluas (Republika, 13/5).
Wajar karena kebijakan itu menzalimi rakyat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar