Rabu, 23 Maret 2011

Memerdekakan Indonesia dan Negeri-Negeri Muslim


BULETIN AL-ISLAM EDISI 368
Tidak terasa, sudah 62 tahu lalu, tepatnya 17 Agustus 1945, negeri ini merdeka dari penjajahan fisik yang dilakukan oleh negara-negara kolonialis. Umat Islam, yang merupakan mayoritas di negeri ini, tentu patut bersyukur atas anugerah kemerdekaan ini.
Namun demikian, sangat disayangkan, kemerdekaan seolah dipahami oleh bangsa ini semata-mata sebagai keterbebasan negeri ini dari penjajahan secara fisik. Akibatnya, penjajahan non-fisik (yakni penjajahan pemikiran/ideologi, politik, ekonomi, sistem sosial dan budaya) yang berakar pada Kapitalisme global sering tidak disadari sebagai bentuk penjajahan. Padahal penjajahan non-fisik—dalam wujud dominasi Kapitalisme global—ini jauh lebih berbahaya daripada penjajahan fisik. Mungkin, ini karena penjahan fisik lebih banyak memakan korban jiwa sehingga kesannya lebih tragis dan dramatis. Sebaliknya, penjajahan non-fisik, karena tidak secara langsung memakan korban jiwa, kesannya tidak setragis dan sedramatis penjajahan fisik. Padahal jika kita renungkan, penjajahan non fisik dalam wujud dominasi Kapitalisme global ini juga telah menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi bangsa ini khususnya, dan umat manusia di dunia umumnya; selain memakan korban jiwa yang terbunuh secara pelan-pelan.

Akibat Penjajahan Non-Fisik
Badan Dunia yang menangani masalah pangan, World Food Programme (WFP) memperkirakan, anak Indonesia yang menderita kelaparan akibat kekurangan pangan saat ini berjumlah 13 juta orang. (Suara Pembaruan, 11/7/07).
Menurut laporan Australia-Indonesia Partnership (Juli 2004), “Lebih dari separuh penduduk Indonesia yang berjumlah 210 juta rawan terhadap kemiskinan. Pada tahun 2002, Bank Dunia memperkirakan 53% penduduk atau sekitar 111 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar internasional, yaitu US$ 2 perhari. Sekitar 25 juta penduduk Indonesiabuta huruf. Hampir 50 juta jiwa menderita gangguan kesehatan dan tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan. Banyak komunitas tidak memiliki infrastruktur dasar yang memadai seperti penyediaan air bersih, sanitasi, transportasi, jalan raya dan listrik.”
Lebih dari itu, akibat dominasi Kapitalisme global, pengangguran di negeri ini diperkirakan meningkat menjadi 11,1 persen pada tahun 2006. Jika ditotal dengan seluruh jenis pengangguran di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan mencapai 41 persen atau lebih dari 40 juta orang.” (Antara News, 7/7/07).
Dalam konteks global, setelah hampir sepuluh tahun pelaksanaan World Food Summit (WFS) tahun 1996 di Roma, jumlah produksi pangan dunia memang dipandang telah mencukupi. Namun, di tengah melimpahnya produk pangan tersebut, justru angka kelaparan terus meningkat sampai sejumlah 840 juta jiwa (berarti hampir 1 miliar jiwa). Ironisnya, fenomena ini malah dijawab FAO di antaranya dengan liberalisasi perdagangan dunia. Solusi ini langsung menjerumuskan masyarakat Dunia Ketiga, khususnya para petani, ke jurang kesengsaraan lebih dalam. Pasar Bebas—yang menjadi salah satu senjata Kapitalisme global—yang menerjang negara-negara berkembang ini telah mematikan sendi-sendi produksi dalam negeri. Permainan harga, monopoli, dan dominasi negara-negara maju telah menghancurkan kedaulatan negara Dunia Ketiga, baik secara politik maupun ekonomi. Situasi ini merata terjadi di banyak negara.
Walhasil, jika kemerdekaan diukur dengan kemakmuran saja, bangsa ini sebetulnya belum merdeka.
Belum lagi jika kemerdekaan diukur dengan kemandirian bangsa ini terhadap campur tangan dan intervensi asing dalam berbagai bidang. Di antaranya: Pertama, bidang hukum. Hukum yang berlaku di Indonesia 80% masih hukum Belanda. Penjajah Belanda diusir, namun hukumnya tetap dipakai dan dilestarikan. Kedua, bidang ekonomi. Beban utang Indonesialebih dari Rp 1.400 triliun. Bahkan para pejabat Indonesia terus menyerahkan leher Indonesia dijerat utang luar negeri. Ketiga, bidang perundang-undangan. Pembuatan perundang-undangan tidak lepas dari campur tangan asing. Tengoklah nuansa campur tangan asing dalam UU Sumberdaya Air, UU Migas, UU Penanaman Modal hingga bahkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Bahkan atas nama bantuan, saat bertemu DPR baru-baru ini, Duta Besar Amerika untuk Indonesia Cameron R. Hume menyampaikan, pihak AS menawarkan bantuan kepada parlemen—untuk meningkatkan kapasitas anggota parlemen dan staf—pelatihan, kunjungan serta program magang; misalnya pelatihan dalam pembuatan draft UU, mulai dari naskah akademik sampai kepada terbentuknya UU (Eramuslim.com, 14/8/07).
Semua ini menunjukkan bahwa bangsa ini tidak mandiri dan belum bebas dari campur tangan asing.

Syariah Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Kemakmuran dan kemandirian jelas merupakan dua hal di antara ciri bangsa yang merdeka. Kedua hal ini hanya mungkin diwujudkan dengan syariah Islam. Pasalnya, secara i’tiqâdi, kita wajib meyakini bahwa syariah Islam tidak hanya sanggup mewujudkan kemerdekaan hakiki, tetapi bahkan mewujudkan rahmat bagi semesta alam. Lebih dari itu, syariah Islamlah yang akan sanggup membebaskan manusia dari segenap belenggu penjajahan sekaligus dari penghambaan manusia kepada manusia lain menuju penghambaan hanya kepada Allah SWT semata. Itulah sebenarnya kemerdekaan yang hakiki, yang pernah berhasil diwujudkan oleh Rasulullah saw. dalam wujud Daulah Islamiyah.
Lalu secara historis, syariah Islam juga terbukti pernah berhasil membawa umat menuju kemakmuran dan kemandirian ini, yakni dalam sistem Khilafah yang telah memerdekaan manusia selama lebih dari 13 abad.
Karena itu, tidak berlebihan jika Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M. Ismail Yusanto berkali-kali menegaskan bahwa Khilafah sesuai dengan kondisi di Indonesia. Pasalnya, HTI memandang persoalan bangsa ini berawal dari sistem Kapitalsime sekular yang diterapkan selama 60 tahun, dan ide Khilafah merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan global ini. (Republika.co.id, 8/8/07).

Kapitalisme Global=Penjajahan Global
Secara jujur harus kita akui, Kapitalisme global saat ini—yang merupakan salah satu ideologi transnasional—bukan hanya merupakan ancaman, namun benar-benar telah merusak dan mengobok-obok Indonesia. Kejahatan ideologi ini sudah dimulai sejak masa penjajahan fisik dulu. Kini, melalui perangkat institusi internasional seperti Bank Dunia, IMF, Pasar Bebas, penjajahan dalam bentuk lain terhadap Indonesia terus berlanjut. Akibatnya, meski Indonesia sangat kaya, penduduknya terpaksa harus hidup dalam kemiskinan. Kekayaan berupa emas, migas, dan barang tambang lainnya yang semestinya bisa dinikmati oleh rakyat malah dihisap oleh negara penjajah melalui perusahaan kaki tangannya di negeri ini.
Secara politik, Indonesia juga tidak luput dari cengkeraman hegemoni global negara-negara adidaya. Indonesia saat ini tunduk pada negara Barat (AS dan sekutunya) dalam apa yang mereka sebut perang global melawan terorisme. Bukan hanya itu, atas nama HAM, Demokrasi, dan Pluralisme, negara penjajah juga terus melakukan intervensi yang mendorong disintegrasi. Buahnya yang nyata adalah lepasnya Timor Timur. Bukan tidak mungkin, Papua, juga Aceh dan Maluku bakal menyusul. Tanda-tanda ke arah sana sangat nyata.

Khilafah Membebaskan Manusia dari Penjajahan Global
Menurut Prof. Dr. Hassan Ko Nakata dari Sekolah Teologi Universitas Doshisha, Jepang, dalam makalahnya untuk Konferensi Khilafah Internasional di Stadion Gelora Bung Karno 12 Agustus lalu, bahwa tantangan (penjajahan, red.) Kapitalisme global hanya mungkin dilawan oleh ideologi yang juga bersifat global. Dalam konteks ini, Islamlah yang akan membebaskan manusia dari penjajajahan sistem Kapitalisme global. Menurut Prof. Nakata, Islam dengan sistem Khilafahnya, juga berfungsi sebagai sarana pembebasan umat manusia dari penjara negara-bangsa saat ini yang eksploitatif. Ini karena Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah dan mengemban risalah Islam sebagai rahmat ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.

Renungan
Jika demikian, betapa besar kerugian yang diderita kaum Muslim akibat tiadanya Khilafah, dan betapa besar kebutuhan untuk mengembalikan Khilafah.
Karena itu, kita wajib meyakini bahwa Islam yang terepresentasi di dalam Daulah Khilafah dan para punggawanya akan mampu membebaskan umat manusia dari penjajahan Kapitalisme global saat ini. Khilafah akan meruntuhkan asas-asas sistem Kapitalisme yang bersifat merusak. Khilafah akan menghancurkan ide-ide penjajahan, perbudakan dan diskriminasi rasial. Khilafah juga akan menghancurkan negara-negara penjajah, utamanya Amerika.
Khilafah, atas seizin Allah, akan menyaingi, bahkan menghancurkan hegemoni negara-negara besar dan mencabut kepemimpinan mereka atas umat manusia. Selanjutnya, Khilafah akan memimpin umat manusia ke keadaan yang paling baik dan berada dalam naungan ridha Allah SWT.
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan, menjadi aman sentosa.(QS an-Nur [24]: 55). []
KOMENTAR AL-ISLAM:
PBNU menolak penerapan sistem Khilafah di Indonesia (Kompas, 14/08/2007)
Mendirikan khilafah wajib. Allah SWT dan Rasul-Nya menjanjikan Khilafah akan tegak kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar