Rabu, 23 Maret 2011

Indonesia dalam Cengkeraman Narkoba


[Edisi 398]. Saat ini sekitar 1,5 persen populasi atau 3,2 juta pendudukIndonesia adalah pengguna narkoba. Dari 3,2 juta pecandu narkoba tersebut, sekitar 56 persen atau 572 ribu orang merupakan pecandu berat yang menggunakan jarum suntik. Pecandu heroin dan morfin yang menggunakan jarum suntik itu berpotensi besar terkena penyakit hepatitis B dan hepatitis C bahkan tertular virus HIV-AIDS. (Pontianak Post,1/6/2007).
Dewasa ini narkoba semakin akrab dengan kehidupan kita. Jaringan peredaran barang haram ini telah merambah ke segala lini kehidupan masyarakat dengan jumlah kerugian bahkan kerusakan yang tidak sedikit. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba di Jakarta 1,5 juta orang dengan nilai transaksi perhari Rp 7 miliar. Di Indonesia, transaksi narkoba perhari mencapai Rp 19 miliar. (Liputan6 SCTV,5/6/2007).
Bukan hanya itu, saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat; baik anak kecil hingga dewasa; dari yang pengangguran hingga kantoran; bahkan dari rakyat biasa hingga pejabat negara. Menurut Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika, peredaran gelap narkoba di Indonesia semakin meningkat sejak 2003. Dia mengungkapkan, berdasarkan data Mabes Polri, tindak pidana narkoba hingga November 2007 tercatat 77.200 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2005, yakni 16.250 kasus, dan pada 2006, yakni 17.365 kasus.
Dari data tersebut, tersangka tindak pidana narkoba yang berlatar belakang pendidikan SD berjumlah 3.863 kasus, SLTP ada 6.863, SLTA 22.225, dan perguruan tinggi 746 kasus. Berdasarkan usia, di bawah 16 tahun ada 104 ribu, usia 16-19 ada 203 ribu, umur 20-24 ada 30.046 kasus, dan usia 25-29 ada 30.243 kasus. Adapun usia di atas 29 tahun ada 48.649 kasus.
Pastika menyebutkan, penyalahgunaan narkoba di kalangan mahasiswa dan pelajar adalah 30 persen dari total penyalahgunaan narkoba di seluruhIndonesia yang berjumlah 3,2 juta, yakni 1.736.042 orang. Mengerikan sekaligus memprihatinkan. (National News, 12/3/2008).
Paling mengejutkan, pembuatan dan peredaran narkoba bahkan bisa berlangsung aman di tempat khusus milik negara yang terisolisasi dari dunia luar, yang sejatinya pengawasan terhadap semua orang di sanaberlaku sangat ketat, yaitu di rumah tahanan. Dari laporan banyak media terungkap, petugas rutan Madaeng Surabaya bekerjasama dengan Polwiltabes Surabaya menemukan ‘pabrik’ narkoba di rutan tersebut. Dalam sebuah operasi gabungan, mereka mendapati 6,9 kilogram ganja, 168 butir ekstasi dan 1,4 kilogram sabu-sabu senilai hampir Rp 1 miliar. Di rutan itu polisi juga menyita satu kantong serbuk bahan baku ekstasi efedrin, dua alat isap, satu kertas aluminium dan botol-botol bahan kimia. (Tempo,10/6/2007).
Susahnya Memberantas Narkoba
Pemberantasan Narkoba di Indonesia, saat ini seperti menegakkan ‘benang basah’, alias sulit sekali. Sebab, tatkala ditemukan kasus kakap peredaran dan jaringan narkoba, tidak lama berselang ditemukan lagi peredaran dan jaringan narkoba yang lebih besar lagi. Anehnya, itu bukan oleh orang yang sama; seolah-olah aparat penegak hukum berkejar-kejaran dengan jaringan narkoba yang berbentuk ‘sel-sel’ yang senantiasa tumbuh kembali dan cepat berkembang. Tidak ada matinya.
Namun, di lain pihak, hingga saat ini, sanksi yang diberikan kepada pengedar dan pemakai narkoba masih terbilang ringan; belum sampai memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera. Menurut Kepala Kesatuan Psikotropika, Direktorat Narkoba, Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Hendra Joni, hampir sebagian besar nama yang pernah dipenjara secara berulang keluar masuk penjara dengan kasus serupa, yakni perdagangan narkoba. (Kompas, 2/3/2008). Kalaupun dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara, selepas dari penjara bukannya insyaf, tetapi justru ‘naik statusnya’. Yang dulunya pengguna menjadi pengedar kelas teri. Yang dulunya pengedar kelas teri menjadi pengedar kelas kakap. Demikian seterusnya. Kita bisa melihat fenomena Roy Marten dan sebagainya.
Yang lebih mengerikan lagi, peredaran narkoba justru dengan leluasa dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan. Direktur IV Tindak Pidana Narkoba, Badan Narkotika Nasional, Brigadir Jendral (Pol) Indradi Thanos, mensinyalir lebih dari 75% peredaran narkoba di Jakarta dan sekitarnya masih dikendalikan para narapidana penghuni tiga penjara, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Tangerang, serta Rumah Tahanan Salemba. (Kompas, 2/3/2008).
Belum lagi, daftar hitam aparat penegakkan hukum yang seharusnya memberantas narkoba justru terlibat aktif sebagai pengguna narkoba. Sebut saja Brigpol Imran, anggota Polda Sulawesi Selatan yang ditangkap membawa 500 butir pil ekstasi. Perwira Polisi tersebut ditahan bersama dua rekannya. (Koran Fajar, 16/2/2008). Selain itu, di Buol Sulawesi Tengah, lima oknum polisi berpangkat perwira tertangkap ikut dalam pesta shabu-shabu. (BeritaPalu.com, 1/12/2007). Bukan itu saja, anggota dewan ada yang terjerembab ke dalam barang haram ini. Sebagai contoh, anggota DPRD Ogan Ilir (OI), Pakim Khotib dan dua rekannya, Teguh serta Lison. Mereka tertangkap tangan saat Polda Sumsel menggeledah mereka dan ditemukan narkoba jenis sabu-sabu. (National News, 10/3/2008).
Menilik paparan di atas, jelas terlihat bahwa permasalahan narkoba adalah problem sistemik.
Islam Memandang Narkoba
Narkoba adalah zat yang memabukkan dengan beragam jenis seperti heroin atau putaw, ganja atau marijuana, kokain dan jenis psikotropika; ekstasi, methamphetamine/sabu-sabu dan obat-obat penenang; pil koplo, BK, nipam dsb. Zat yang memabukkan dalam al-Quran disebut khamr, artinya sesuatu yang dapat menutup akal.
Abdullah bin Umar ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ»
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.(HR Ahmad dan Abu Dawud).
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمْرِ عَشْرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِي لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُ لَهُ»
Rasulullah saw. mengutuk sepuluh orang yang karena khamr: pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Memberantas Narkoba Secara Tuntas
Pertama: meningkatkan ketakwaan setiap individu masyarakat kepada Allah. Masyarakat juga harus dipahamkan bahwa mengonsumsi, mengedarkan bahkan memproduksi narkoba adalah perbuatan haram yang akan mendatangkan murka Allah, yang di akhirat nanti pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka. Ketakwaan setiap individu masyarakat akan menjadi kontrol bagi masing-masing sehingga mereka akan tercegah untuk mengkonsumsi, mengedarkan apalagi membuat narkoba.
Kedua: menegakkan sistem hukum pidana Islam. Sistem pidana Islam, selain bernuansa ruhiah karena bersumber dari Allah SWT, juga mengandung hukuman yang berat. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepadaqâdhi (hakim) (al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 189). Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr.
Ketiga: Konsisten dalam penegakan hukum. Setiap orang yang menggunakan narkoba harus dijatuhi hukuman tegas. Orang yang sudah kecanduan harus dihukum berat. Demikian pula semua yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran narkoba, termasuk para aparat yang menyeleweng.
Keempat: Merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan. Mafia peradilan—sebagaimana marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini—kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam. Ini karena tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.
Selain itu, dalam sistem pidana Islam, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman, atau menerima suap dalam mengadili, misalnya, diancam hukuman yang berat. Dalam sebuah hadis dinyatakan:
الْقَاضِي إِذَا أَكَلَ الْهَدِيَّةَ فَقَدْ أَكَلَ السُّحْتَ وَإِذَا قَبِلَ الرِّشْوَةَ بَلَغَتْ بِهِ الْكُفْرَ»
Seorang hakim, jika memakan hadiah berarti dia telah memakan suht (haram), dan jika menerima suap berarti dia telah terjerumus dalam tindakan kufur (HR Ahmad).
Wahai Kaum Muslim:
Akankah kita biarkan generasi kita dicengkeram narkoba? Masihkah kita percaya pada sistem hukum sekular saat ini yang terbukti gagal mengatasi masalah narkoba? Lagipula narkoba hanyalah salah satu masalah yang membelit bangsa ini selain carut-marutnya masalah politik, hukum, ekonomi, pendidikan dll.
Karena itu, bukankah sudah tiba saatnya bagi kita untuk menerapkan sistem hukum Islam secara komprehensif yang mengatur individu, masyarakat dan negara dalam seluruh aspek kehidupan? Bukankah hanya hukum Allah yang dapat menyelesaikan semua persoalan manusia? Bukankah pula menegakkan hukum Allah adalah bukti ketakwaan kita kepada-Nya yang pasti mendatangkan keberkahan hidup?
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka sendiri. (QS al-A‘raf [7]: 96). []
KOMENTAR
Indonesia Harus Berperan Sebagai Penyeimbang Dunia (Republika, 25/3/2008).
Indonesia—jika menyatu dengan negeri-negeri Muslim lainnya—bahkan bisa menjadi adidaya dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar