Rabu, 23 Maret 2011

Meraih Rahmat Di Bulan Ramadhan


BULETIN AL-ISLAM EDISI-372
Dengan izin dan rahmat Allah SWT, alhamdulillah, kita telah berada dalam bulan yang penuh berkah—bulan keutamaan, bulan maghfirah, penghulu dari segala bulan—yakni bulan Ramadhan 1428 H. Pada bulan ini al-Quran pertama kali diturunkan sebagai risalah yang membawa rahmat untuk seluruh alam; untuk melepaskan manusia dari segala belenggu sistem yang gelap-gulita menuju cahaya Islam yang menuntun manusia ke alam terang-benderang. Rasulullah saw. Bersabda (yang artinya), “Dialah (Ramadhan) bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan pada sepertiga akhirnya merdeka dari api neraka”. (HR Ibnu Khuzaimah dari Salman al-Farisi, seperti disebutkan dalam kitabHayat ash-Shahabah).

Syariah adalah Rahmat
Visi dan misi diturunkannya Dinul Islam sebagai risalah kehidupan hakikatnya adalah untuk memberikan rahmat kepada seluruh alam. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutusmu melainkan agar menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS al-Anbiya [21]: 107)
Ibnu Katsir, ketika memaknai ayat tersebut menyatakan, bahwa Nabi Muhammad saw. dengan risalahnya merupakan rahmat. Siapa saja yang menerima risalah yang merupakan rahmat tersebut maka ia akan bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, siapa saja yang menolaknya niscaya akan nestapa di dunia dan akhirat. Rasulullah saw. bersabda:
اِنِّي لَمْ اُبْعَثْ لَعَّنًا وَ اِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai laknat. Aku hanya diutus sebagai rahmat. (HR Muslim).
Rahmat yang luar biasa ini Allah sebut sebagai bagian kecil dari keseluruhan rahmat-Nya. Rasulullah saw. “mendekatkan” gambaran besarnya karunia dan rahmat Allah dengan sabdanya, ”Allah SWT membagi rahmat menjadi seratus bagian. Dia menyimpan di sisi-Nya 99 bagian dan diturunkan-Nya ke bumi ini 1 bagian. Satu bagian inilah yang dibagikan kepada seluruh makhluk. (Begitu meratanya sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih saying, karena khawatir menginjak anaknya.” (HR Muslim).
Subhânallah! Demikian indahnya Rasul saw. menggambarkan rahmat dan kasih-sayang Allah SWT.
Bagi kita yang mengimani al-Quran dan as-Sunnah, syariah yang digali dari keduanya untuk memecahkan berbagai sendi kehidupan adalah wujud nyata dari rahmat Allah tersebut. Risalah Rasul yang memberikan petunjuk dalam kehidupan ekonomi dan pengaturan berbagai aset kehidupan adalah wujud nyata rahmat Allah agar kehidupan perekonomian berjalan dengan adil dan rakyat menjadi sejahtera. Petunjuk al-Quran dalam urusan pengelolaan sumberdaya alam adalah arti penting rahmat Allah agar kekayaan tersebut dapat dinikmati oleh rakyat banyak dan tidak dieksploitasi oleh segelintir manusia, apalagi oleh negara kafir penjajah. Tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan sosial, pelayanan pendidikan dan kesehatan, tatacara dalam berpolitik (pengaturan urusan umat), sistem pemerintahan dan rangkaian hukum syariah lainnya—jika diterapkan—akan mewujudkan rahmat secara real.

Meraih Rahmat Allah dengan Takwa
Upaya meraih rahmat Allah adalah dengan takwa kepada-Nya. Ramadhan merupakan sarana untuk mengokohkan takwa itu. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 183).
Ada dua bentuk ketakwaan yang harus diwujudkan dalam momentum Ramadhan ini. Pertama: ketakwaan personal. Banyak sekali nash-nash yang menjelaskan tentang hal ini, di antaranya sabda Rasulullah saw.:
إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَ اَتْبِعِ السَّيِئََةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُوْهَا وَ خَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kamu di mana saja kamu berada. Ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu menghapuskan keburukan. Pergaulilah manusia dengan akhlak yang bagus. (HR Turmudzi).
Sifat takwa itu tercermin dalam kesediaan seorang Muslim untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah. Kesediaan kita untuk tunduk dan patuh pada seluruh hukum syariah Islam inilah realisasi dari ketakwaan dan kesalihan personal kita. Secara personal, syariah yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh individu dan kelompok—seperti shalat, puasa, zakat, memakai jilbab, berakhlak mulia, berkeluarga secara islami; atau bermuamalah seperti jual-beli, sewa-menyewa secara syar’i dan sebagainya—bisa dilaksanakan saat ini juga. Begitu ada kemauan, semua itu bisa dilakukan.
Selama bulan Ramadhan ini, kita secara ruhiah memang dilatih untuk meningkatkan ketundukan atau ketaatan pada syariah. Di luar Ramadhan kita boleh makan dan minum atau berhubungan suami-istri siang hari. Namun, dalam bulan Ramadhan semua itu dilarang, dan ternyata kita bisa. Artinya, dengan kemauan yang besar, sesungguhnya kita bisa melaksanakan hukum Allah atau syariah Islam itu. Jika yang halal saja bisa kita tinggalkan, apalagi yang haram. Jika yang sunnah seperti shalat tarawih, sedekah dan sebagainya saja bisa kita lakukan, apalagi yang wajib. Karena itu, bulan Ramadhan ini jangan sampai berlalu tanpa makna. Kita harus mengisinya dengan melaksanakan amal-amal salih yang berbuah pahala dan menjauhkan amal-amal salah yang berbuah dosa dan siksa.
Kedua, ketakwaan secara sosial atau dalam konteks negara. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Seandainya saja penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, Kami pasti melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami pun menyiksa mereka akibat perbuatannya itu. (QS al-A’raf [7]: 96).
Ayat ini berbicara tentang ketakwaan penduduk negeri secara kolektif, bukan secara personal. Karena itu, ayat ini menggambarkan masyarakat/negara pun harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya; harus menjadi masyarakat dan negara yang ‘bertakwa’. Dengan kata lain, masyarakat dan negara harus menerapkan dan menegakkan syariah Islam.
Terkait peradilan/persanksian, misalnya, ada hukum qishâsh, potong tangan bagi pencuri, cambuk seratus kali bagi pezina ghayru muhshân, rajam bagi pezina muhshân, cambuk bagi peminum khamr, hukuman bagi mafia pembakar pasar, dsb.
Dalam ekonomi ada hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, penghapusan riba dari semua transaksi, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, pemberian alternatif tempat tinggal dan tidak sembarang menggusur, tidak boleh menjual pulau kepada pihak asing dengan alas aninvestasi pariwisata, dsb.
Dalam Politik Luar Negeri ada hukum tentang dakwah ke luar negeri dan jihad, tidak menyerahkan kedaulatan dengan tunduk pada perjanjian yang merugikan seperti kasus DCA, dsb. Dalam hal kewarganegaraan, ada hukum tentang status kafir dzimmi, musta’min, mu’âhad, dll.
Ringkasnya, bulan Ramadhan adalah bulan untuk menggapai rahmat dengan cara mewujudkan ketakwaan personal maupun kolektif/sosial atau dalam konteks negara. Karena itu, pada bulan ini sejatinya terjadi peningkatan keberpihakan umat Islam pada penegakkan syariah sekaligus upaya memperjuangkan penerapannya. Bulan Ramadhan hendaknya menjadi momentum untuk semakin membersihkan pikiran dan mensucikan hati hingga memiliki daya pembeda antara haq dan yang batil sekaligus mengikuti kebenaran Islam dan menjauhi ajakan setan, baik yang berwujud jin maupun manusia.
Karena itu, umat Islam tidak akan mengikuti ajakan Presiden AS, George W. Bush, yang secara terbuka mengajak para pemimpin negeri-negeri Muslim untuk memerangi upaya penegakan Islam melalui penerapan syariah dan Khilafah. “We should open new chapter in the fight againts enemies of freedom, againts who in the beginning of XXI century call Muslims to restore caliphate and to spread sharia (Kita harus membuka bab baru perang melawan musuh kebebasan, melawan orang-orang yang di abad ke 21 menyerukan kaum Muslim untuk mengembalikan Khilafah dan menyebarluaskan syariah),” ungkapnya seperti dikutip dalamwww.demaz.org.

Wahai Kaum Muslim:
Setiap tahun Ramadhan menyapa kita. Lalu adakah peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan dalam diri kita? Adakah tambahan kerinduan dan upaya untuk menggapai rahmat Allah Yang Maha Penyayang? Makin membuncahkah iman kita dari tahun ke tahun atau biasa-biasa saja? Kita shaum pada bulan yang satu, berhari raya pada saat yang satu, berhaji pada bulan yang juga satu; Tuhan kita satu, al-Quran kita satu, teladan kita Nabi Muhammad saw. satu, dan kiblat kita satu. Lalu adakah kerinduan dalam diri kita untuk menjadi umat yang satu dan hidup dalam ketakwaan yang makin membahana dalam lubuk hati kita?
Marilah kita reguk keberkahan Ramadhan dengan ibadah dan perjuangan untuk menegakkan Islam secara kâffah[]
Komentar:
Jadikan Ramadhan sebagai momentum penegakkan syariah dan khilafah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar