Rabu, 23 Maret 2011

Insiden Monas, Waspadai Adu-Domba Umat Islam!


[Edisi 408]. Prihatin. Itulah rasa yang ada menyaksikan kondisi umat Islam saat ini. Rakyat tengah mengalami keterpurukan ekonomi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Berbagai penolakan terus terjadi dimana-mana. Pada 1 Juni 2008 siang berlangsung demo penolakan kenaikan BBM di depan Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan dihadiri oleh berbagai ormas. Sebagaimana dimuat berbagai media massa, acara tersebut berlangsung damai. Namun, pada saat yang hampir bersamaan terjadi ’Insiden Monas’, yaitu bentrokan antara Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan massa yang beratribut Front Pembela Islam (FPI) di Lapangan Silang Monas ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan. Belakangan dibantah bahwa yang bentrok itu bukanlah FPI melainkan Komando Laskar Islam (KLI).
Berbagai kecaman langsung bermunculan mulai dari Presiden, politisi, dan sebagian tokoh. Reaksi demikian muncul karena adanya pemberitaan tentang aksi kekerasan yang terjadi. Padahal tidak ada asap kalau tidak ada api.
Provokasi
Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan, mengatakan, bentrokan antara FPI dan AKKBB adalah efek dari “kekerasan simbolik” yang selama ini terjadi. Aksi-aksi sporadis kalangan liberal–seperti melecehkan MUI dan merendahkan wibawa ulama (ingat pelecehan dan penghinaan Adnan Buyung kepada KH Ma’ruf Amien, tokoh NU dan Ketua MUI di Radio BBC beberapa waktu lalu)–selalu mendapat tempat terhormat di media massa dan TV. “Jadi, sesungguhnya ‘kekerasan simbolik’ itu sudah lama dilakukan kalangan liberal terhadap kalangan Islam yang lain,” ujar Aswar (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
AKKBB merupakan kelompok yang giat membela Ahmadiyah. Padahal Ahmadiyah telah dinyatakan sesat oleh berbagai organisasi sepertikeputusan Majma’ al-Fiqih al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1985, Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bahkan Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan dan Keyakinan Masyarakat (Bakorpakem) pada 16 April 2008 menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran yang menyimpang dari Islam. Namun, surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelarangan Ahmadiyah belum juga dikeluarkan oleh Pemerintah. Sementara itu, AKKBB terus berusaha mencegah keluarnya SKB tersebut.
Di tengah situasi psikologis seperti itu, setidaknya sejak 15 Mei 2008, terpampang iklan petisi di situs resmi AKKBB, yang disebar ke berbagai milis, dan akhirnya dirilis di beberapa media massa nasional mulai tanggal 26 Mei 2008. Petisi bertajuk “Mari Pertahankan Indonesia Kita!” itu dikoordinasikan oleh ICRP dan Aliansi Bhineka Tunggal Ika dan disebar di beberapa milis di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Aliansi Bhineka Tunggal Ika adalah kelompok yang pernah menggerakkan kalangan lesbian, homo, para pelacur dan penyanyi dangdut untuk menyampaikan sikap penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP). Dilihat dari pendukungnya pun terdiri dari ideolog sosialis, aktivis Ahmadiyah, sebagian warga non-Muslim dan kaum liberal.
Iklan petisi tersebut berisi pembelaan terhadap Ahmadiyah. Bukan hanya itu, petisi itu juga berusaha mengadu-domba umat Islam dengan Pemerintah dengan menyatakan, “Kami menyerukan, agar Pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum untuk tidak takut terhadap tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.”
Provokasi terus terjadi. Majalah Tempo edisi 5-11 Mei 2008 menulis,“Kecemasan di mana-mana. Ketakutan merajalela. Majelis Ulama Indonesia harus bertanggung jawab atas semua ini.” Di bagian lain Tempo menulis, “Majelis Ulama sudah selayaknya meminta maaf kepada warga Ahmadiyah. Menjatuhkan fatwa sesat pada aliran itu berarti memberikan lampu hijau kepada gerombolan penyerang Ahmadiyah untuk bertindak anarkistis.
Ingat, pemilik majalah Tempo adalah Goenawan Mohamad yang juga penggiat AKKBB dan apel akbar. Kalau bukan provokasi terhadap umat Islam, lantas untuk apa tulisan menghina ulama itu?
Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol. Heru Winarko mengatakan kepada media massa pada 1 Juni 2008 bahwa AKKBB menurut rencana hanya berdemo di Cempaka Barat, lalu ke depan Kedubes AS, dan berikutnya ke Bundaran Hotel Indonesia. Di ketiga tempat tersebut polisi sudah menyiapkan pengamanan. Di Monas, mereka tidak meminta pengamanan. ”Tapi, mengapa mereka malah masuk Monas?” ujarnya.
Ada keanehan di sini. Selain itu, Juru Bicara Ahmadiyah Mubarik mengatakan, sebenarnya dia sudah memperkirakan akan terjadinya insiden tersebut. Namun, dia mengaku enggan untuk membatalkan rencana aksinya (Hidayatullah, 2/6/2008).
Bukankah ini berarti pembiaran terjadinya insiden tersebut? Lebih dari itu, seorang anggota AKKBB tertangkap kamera membawa pistol dalam Insiden Monas. Dalam konferensi KLI diputar sebuah video yang memperlihatkan seorang peserta aksi berkaos putih, dengan sebuah pita merah putih di lengan kirinya, sempat mengeluarkan sebuah senjata api. (Hidayatullah, 2/6/2008). Lebih dari itu, menurut pengakuan peserta dari FPI, ada provokasi dari panitia (Detik.com, 3/6/2008).
Berdasarkan hal tersebut, benar apa yang dikatakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan bahwa insiden di Silang Monas tersebut tidak serta-merta kesalahan massa beratribut FPI saja. Amidhan menilai apa yang selama ini dilakukan AKKBB juga amat provokatif alias memancing-mancing kemarahan umat Islam. Salah satunya adalah tindakan AKKBB yang menyertakan wakil-wakil agama lain selain agama Islam untuk ikut-ikutan membela kelompok sesat Ahmadiyah (Eramuslim, 2/6/08).
Pertanyaannya adalah mengapa Pemerintah dan DPR begitu sigap bersikap dalam insiden tersebut tetapi cenderung abai terhadap SKB pelarangan Ahmadiyah? Kalau terhadap mereka yang luka fisik dalam insiden Monas pemerintah dengan sigap bereaksi, tentu saja seharusnya pemerintah lebih sigap lagi terhadap persoalan Ahmadiyah yang telah menodai ajaran Islam dan melukai perasaan jutaan umat Islam.
KH Hasyim menyatakan, “Sebenarnya, masalah Ahmadiyah ini bukan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi masalah penodaan agama tertentu, dalam hal ini adalah Islam.” Beliau juga menyesalkan sikap Pemerintah yang tidak tegas terhadap persoalan Ahmadiyah. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftahul Akhyar, juga menyatakan insiden Monas membuktikan SKB Ahmadiyah mendesak dikeluarkan (RCTI, 3/6/2008).
Menghancurkan Islam
Melihat pola masa lalu, insiden seperti ini akan melahirkan beberapa hal.
Pertama: pengalihan isu. Semula isu yang dominan adalah tuntutan kenaikan harga BBM dan pembubaran Ahmadiyah yang telah dinyatakan menyimpang oleh Bakorpakem. Kini, isu seakan bergeser menjadi isu pembubaran ormas Islam tertentu. Ketua Lembaga Penyuluh Bantuan Hukum PBNU, M Sholeh Amin mengingatkan jangan sampai pengalihan isu demikian dibiarkan. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Kedua: stigmatisasi ormas Islam. Dari banyak komentar dan opini mediamassa digambarkan betapa buruknya wajah kaum Muslim yang sebenarnya justru membela kemurnian akidahnya.
Ketiga: menghancurkan organisasi Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan secara terbuka menentang pornografi-pornoaksi, dan kemungkaran. Lihatlah, pasca Insiden Monas, Adnan Buyung Nasution dan Goenawan Mohamad menuntut pembubaran beberapa ormas Islam yang tidak terkait sama sekali dengan insiden tersebut. Bahkan mereka mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk mengajukan permohonan ke pengadilan lalu meminta hakim untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
Tuntutan serupa pernah dilontarkan saat Munas MUI mengeluarkan fatwa haramnya sekularisme, liberalisme dan pluralisme; bahkan saat isu pornografi-pornoaksi. Padahal MUI tidak terlibat dalam insiden tersebut.
Jadi, yang sedang terjadi sebenarnya adalah upaya membungkam orang dan organisasi yang secara tegas menyuarakan Islam. Lantas siapa yang diuntungkan? Tentu, mereka yang tidak menginginkan Islam kuat dan mereka yang tidak menginginkan Indonesia kuat. Mereka ingin putra-putri negeri Muslim terbesar ini terus porak-poranda. Mereka yang diuntungkan adalah kaum kafir imperialis dan para kompradornya. Menarik dicatat, sebagian tokoh pendukung Ahmadiyah itu adalah para tokoh penting di balik Reformasi 1998 yang mendapat bantuan dana 26 juta dolar AS dari USAID untuk menjalankan agenda AS. Bantuan dana ini dapat dilihat dalamThe New York Times (20 Mei 1998). Bahkan, salah satu rekomendasi The Rand Corporation dalam menundukkan Islam adalah mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis. Caranya adalah dengan mengadu-domba.
Karena itu, sungguh bijak pernyataan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang menyesalkan penggunaan dan pelibatan nama NU dan kelompok NU dalam masalah ini. “Karena relevansinya tidak ada antara NU dan Monas, NU dan FPI. Tapi, kenapa lalu ditulis korban itu adalah orang NU?” ujarnya. Oleh karena itu, KH Hasyim mengingatkan pihak-pihak yang ingin menggiring NU, terutama badan otonom NU seperti GP Ansor, Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa, Lakpesdam NU agar menghentikan provokasinya. (Detik.com, 3/6/2008).
Wahai kaum Muslim:
Hendaknya kita tidak mudah terprovokasi dan diadu-domba oleh kafir penjajah yang memang sangat ingin memecah-belah kesatuan umat Islam. Kita pun jangan sampai terdorong untuk memprovokasi dan mengadu-domba sesama Muslim karena Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ»
Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu-domba (Mutaffaq ‘alaih).
Rasulullah saw. teladan kita pun telah mengingatkan, bahwa umat Islam tidak akan pernah hancur oleh kekuatan luar yang berasal dari musuh-musuh Islam, kecuali ketika kita sudah saling menghancurkan satu sama lain:
«وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي ِلأُمَّتِي أَنْ لاَ يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ ِلأُمَّتِكَ أَنْ لاَ أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلاَ أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا»
Sungguh, aku telah memohon kepada Tuhanku bagi umatku agar mereka tidak binasa karena wabah kelaparan dan agar musuh dari kalangan selain mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga. Sungguh, Tuhanku kemudian berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya jika Aku telah menetapkan suatu putusan maka putusan itu tidak dapat ditolak. Sungguh, Aku telah memberimu bagi umatmu bahwa mereka tidak dibinasakan oleh wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka tidak dapat menguasai mereka sehingga masyarakat mereka terjaga sekalipun dikepung dari berbagai penjuru, hingga mereka saling menghancurkan satu sama lain dan saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim).
Komentar:
Dewan Da’wah Peringatkan Rekayasa Opini Kasus Monas (Hidayatullah.com, 3/6/2008).
Sangat mungkin tujuannya untuk mengadu-domba umat Islam. Waspadalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar