Senin, 21 Maret 2011

AS, Nuklir Iran dan Ketundukan Pemerintah


BULETIN AL-ISLAM Edisi 349
Iran dijatuhi sanksi! Telah diduga sebelumnya, Amerika Serikat (AS) berhasil menggalang berbagai kekuatan internasional untuk menjatuhkan sanksi atas Iran dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) nomor 1747 pekan lalu. Yang tidak diduga adalah sikap Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang secara bulat mendukung resolusi tersebut. Dengan resolusi tersebut Iran ditekan untuk menghentikan aktivitas program nuklirnya. Selain itu, pelarangan penjualan senjata, pembekuan aset perusahaan dan pejabat Iran, pelarangan memberi bantuan finansial serta pelarangan bepergian pejabat Iran ke luar negeri merupakan tindakan yang sangat diskriminatif. Ungkapan Pemerintah Indonesia baik melalui Presiden, Menteri Luar Negeri, maupun Juru Bicara Kepresidenan menunjukkan bahwa Pemerintah secara sadar dan sengaja telah menentukan sikap tersebut.
Diskriminatif dan Tidak Adil
Uji coba nuklir untuk kepentingan sipil baru terwujud pada 1951 ketika AS berhasil memfungsikan reaktor pembiakan cepat EBR-I. Perkembangan pesat program-program nuklir untuk kepentingan sipil dimulai tahun 1953. Sejak itu negara-negara lain berlomba mengembangkan energi nuklir. Pada 1 Juli 1968 terwujudlah perjanjian pembatasan senjata nuklir yang dikenal dengan Non-Proliferation Treaty (NPT). Berdasarkan NPT, hanya limanegara yang diizinkan menguasai senjata nuklir: AS, Inggris, Prancis, Uni Sovyet (Rusia), dan Cina. Kelimanya merupakan anggota tetap DK PBB. Jelaslah, NPT hanyalah untuk menjadikan negara-negara besar saja yang dapat menguasai nuklir dalam rangka menakut-nakuti negara-negara lain. Memang, ada kebolehan negara untuk mengembangkan senjata nuklir. Namun, jika yang melakukannya neger-negeri Muslim, mereka selalu dicurigai. Iran adalah salah satunya. Karenanya, tidaklah mengherankan jika negara-negara besar berusaha untuk menghentikan program nuklir negara lain yang dianggap mengancamnya.
Pemerintah dengan bangga menyampaikan bahwa sejak tahap draft (rancangan), Indonesia telah ’berhasil’ memasukkan sikapnya yang dianggap sangat penting, seperti mengajukan konsep kawasan bebas senjata nuklir/pemusnah massal di Timur Tengah yang tidak boleh diskriminatif. Namun, konsep ini bertentangan dengan kenyataan sebenarnya. Sebagai contoh, Israel tidak mau menandatangani NPT. Israeltelah mengembangkan senjata nuklir di kawasan Dimona, yang terletak diNegev, sejak tahun 1958. Penjajah negeri Palestina itu pun diduga kuat memiliki simpanan sekitar 100-200 hulu ledak nuklir. Pemerintah Israelmenolak untuk mengakui ataupun menyangkal pernyataan tersebut.
Belakangan masalah ini terbongkar setelah ilmuwan nuklir Mordechai Vanunu membeberkan program nuklir Israel kepada majalah Sunday Times pada 1986. Mengapa Israel dibiarkan? Bukankah Israel biang keladi kekacauan di Timur Tengah? Mengapa tidak ada resolusi yang menjatuhkan sanksi atas IsraelMungkinkah AS menjatuhkan hukuman terhadap Israel? Tidak mungkin! Kalaupun ada upaya ke arah sana tentu akan diveto oleh AS. Tidak kurang 34 resolusi tentang Israel yang diveto AS dalam kurun waktu 1972–2002. Di sisi lain, lima negara pemilik hak menurut NPT pada praktiknya tidak satu pun yang menunjukkan niat serius melucuti senjata mereka sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian. Atas dasar apa AS, Inggris, Prancis, Uni Sovyet (Rusia) dan Cina, bahkan Israel boleh secara ’sah’ memiliki nuklir bukan sekadar untuk energi tetapi juga untuk senjata; sementara negara lain, termasuk Iran, harus diberi sanksi hanya karena mempunyai nuklir sebagai sumber energi? Berdasarkan hal ini, penjatuhan sanksi terhadap Iran dengan alasan memiliki nuklir—sekalipun diakuinya untuk kepentingan damai/sipil—sesungguhnya diskriminatif dan tidak adil.
Pemerintah mencoba merasionalisasi alasan dengan mengatakan, bahwa posisi Iran tidak menguntungkan dan sejumlah negara Timur Tengah tidak mendukung Iran. Ini tidak dapat diterima. Pertama: Indonesia adalah negeri Muslim terbesar di dunia dengan penduduk sekitar 220 juta jiwa. Tidak dapat disamakan kedudukan Indonesia dengan Qatar yang penduduknya ratusan ribu atau Mesir yang penduduknya puluhan juta. Kedua: Indonesia merupakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ketiga: Indonesia merupakan negara anggota utama Gerakan Non-Blok yang sedari awal mengusung sikap netral. Namun, dengan secara sadar menyetujui sanksi atas Iran, berarti secara langsung Indonesia mengesahkan ambisi AS untuk menghancurkan Iran dan membentuk opini dunia, bahwa seakan-akan kaum Muslim dunia menolak program nuklir Iran. Bukankah sejak menjajah AfganistanAS menuduh bahwa ada tiga poros setan yakni IrakIran, dan Korea Utara? Bukankah ini isyarat untuk menyerang Iran setelah Irak?
Tunduk pada Penjajah
Alasan penjatuhan sanksi atas Iran adalah pemilikan senjata nuklir. Sikap Pemerintah Indonesia ini lebih mencerminkan ketundukannya kepada Amerika Serikat (AS). Di antara perkara yang menunjukkan hal ini adalah: Yang paling diuntungkan dengan adanya resolusi ini adalah AS. Saat menyerang IrakAS sesumbar bahwa dia akan menyerang Irak dengan atau tanpa dukungan internasional. Akhirnya, tanpa dukungan internasional AS memporakporandakan kaum Muslim dan negeri seribu satu malam tersebut. HasilnyaAS kewalahan. KarenanyaAS mengubah skenario untuk menyerang Iran. Caranya dengan mendapatkan legitimasi internasional dengan dikeluarkannya Resolusi 1747. Sehari setelah dikeluarkan resolusi tersebut, AS langsung mengerahkan tiga kapal induk untuk persiapan menyerang Iran. Bahkan Televisi Iran (2/4/2007) melaporkan jet-jet tempur AS melanggar wilayah kaya minyak Khuzestan,Iran. Langkah secepat kilat ini menggambarkan betapa pengiriman kapal induk tersebut sudah direncanakan dan resolusi hanyalah sebagai legitimasi. Berdasarkan hal ini, dukungan terhadap resolusi itu berarti dukungan terhadap AS.
Dalam wawancaranya dengan salah satu radio terkenal di Jakarta(30/3/2007), Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengakui bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditelepon oleh Presiden AS George W. Bush tiga hari sebelum voting resolusi. Bagaimanapun, pembicaraan langsung dua kepala negara tersebut tidak akan lepas dari persoalan penjatuhan sanksi atas Iran. Itulah pula sebabnya, mengapa Pemerintah Indonesia tidak berani menolak atau sekadar abstain dalam resolusi tersebut.
Alasan persetujuan Pemerintah Indonesia terhadap Resolusi 1747 karena persoalan nuklir adalah bohong. Buktinya, sejak lama Pemerintah Irandalam penjelasan resminya menjelaskan, bahwa nuklir Iran adalah nuklir untuk damai, misalnya untuk energi. Pada saat yang sama, Pemerintah di Jakarta menyatakan akan mengembangkan nuklir untuk energi (2/4/2007). Mengapa Pemerintah rela mendukung penjatuhan sanksi terhadap Irandengan alasan nuklir sekalipun untuk damai, dan pada waktu itu juga akan melakukan apa yang menjadi alasan penjatuhan sanksi tersebut? Sikap demikian hanya menunjukkan satu hal, yakni nuklir bukan alasan sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah ketundukan Pemerintah pada kemauan AS, baik dengan tekanan maupun sukarela.
Wahai kaum Muslim:
Hal di atas menambah deretan fakta ketundukan Pemerintah kepada AS. Blok Cepu melayang, Natuna dibiarkan dicengkeram, Bush dipersilakan datang, Undang-Undang Penanaman Modal yang sarat dengan kepentingan asing baru saja disahkan. Sekarang ditambah lagi dengan persetujuan Pemerintah terhadap ambisi AS untuk memporakporandakan negeri Muslim Iran. Sikap ini bertentangan dengan sabda Kanjeng Rasul Muhammad saw.:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ ِلنَفْسِهِ
Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri. (HR al-Bukhari dan Muslim).
“Kalau kami dilempar, tentu kami sakit. Tapi, kalau yang melempar itu saudara kami, pasti kami lebih sakit lagi,” begitu ucapan Pemerintah Iranmenanggapi sikap Indonesia. Padahal, Rasulullah saw. mengatakan bahwa kaum Muslim adalah satu tubuh, bersaudara, dan laksana satu bangunan yang kokoh. Lalu mengapa Pemerintah lebih berpihak kepada penjajah daripada kepada sesama saudara?
Selain itu, Allah SWT berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ
Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya. (QS al-Anfal [8]: 60).
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum Muslim diperintahkan untuk memiliki perlengkapan apapun yang bisa menjadikan musuh-musuh mereka gentar. Kini, negara kafir imperialis ingin hanya mereka sajalah yang memiliki nuklir. Mereka takut jika negeri-negeri Muslim pun memilikinya. Sebab, jika umat Islam memiliki nuklir seperti yang mereka miliki, baik untuk energi maupun senjata, pasti mereka gentar terhadap umat Islam. Kezaliman, ketidakadilan, dan penjajahan yang selama ini mereka lakukan pun akan bisa dihentikan oleh kaum Muslim, khususnya ketika ada pemimpin Muslim (khalifah) yang mampu menyatukan dan memobilisir kekuatan umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, tindakan menghalang-halangi negeri Muslim untuk memiliki nuklir, sadar atau tidak, sama dengan melanggengkan kezaliman negara imperialis pimpinan AS. Dan, karenanya sesungguhnya ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Allah, Rasul, dan kaum Mukmin.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
KOMENTAR AL-ISLAM:
Intelijen Rusia: AS Siap Serang Iran Pada “Good Friday” (Eramuslim.com, 3/4/07).
Jika benar, Resolusi 1747 DK PBB—dengan dukungan penuh PemerintahIndonesia—hanyalah alat legitimasi bagi AS untuk menyerang Iran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar