Rabu, 23 Maret 2011

Di Balik Mencuatnya Kembali Isu Terorisme


[Edisi 413]
. Isu terorisme tampaknya merupakan isu tahunan. Pada Februari 2008, sebelum berkunjung ke Indonesia, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates datang ke Australia menghadiri forum konsultatif para menteri luar negeri dan menteri pertahanan Australia-AS (AUSMIN) yang membicarakan keinginan mereka untuk memperdalam keterlibatan Australia-AS secara luas dengan Indonesia, juga meningkatkan kesejahteraan dan kontra terorisme.
Awal Maret, Mas Slamet Kastari dinyatakan kabur dari Singapura. Interpol segera mengeluarkan kondisi ‘siaga merah’, yakni perintah penangkapan. Aparat Indonesia pun antusias menyambutnya (Republika, 3/3/08). Aneh, dalam kondisi pincang, dengan penjagaan ketat dan situasi penjara yang dijaga rapat, tiba-tiba Slamet Kastari diberitakan kabur. Prof. Clive Williams (Macquire University, Australia.) mengatakan, “Saya yakin dia (Kastari) akan mencoba untuk bisa tiba di Indonesia,” (Kompas, 3/3/08).
Dari sini makin jelas bahwa isu terorisme akan mencuat lagi di Indonesia dengan dalih Kastari. Betapa tidak. Singapura membiarkan Kastari lepas. Australia, lewat ‘ilmuwan’, memprovokasi Pemerintah Indonesia untuk terus menemukan bukti bahwa memang ada teroris di sini. Ingat, dari dulu Singapura dan Australia terus mengusung isu terorisme. Bahkan Lee Kuan Yew (Menteri Senior Singapura) yang pertama kali menuduh Indonesia sebagai sarang teroris. Realitas ini harus dibaca sebagai penciptaan opini oleh pihak asing, bahwa ada bahaya terorisme di Indonesia.
Tidak berapa lama muncul kabar dari Filipina, bahwa Dul Matin dan Umar Patek–yang dituduh teroris–masih hidup. Ingat, isu tersebut muncul bersamaan dengan kedatangan Menhan AS Gates ke Indonesia beberapa waktu lalu. Kapolda Manado Bekto Suprapto mengatakan, “Keduanya diwaspadai masuk dari Filipina ke Indonesia lewat Manado.” (Media Indonesia, 12/3/2008). Padahal dulu keduanya dinyatakan telah meninggal, namun kini dikatakan masih hidup. Aneh!
Tidak lama setelah itu, Filipina dan Malaysia melakukan penangkapan terhadap warga negara Indonesia (WNI) Muslim dengan tuduhan terlibat aksi terorisme (Republika, 14/3/2008). Semua ini hanya menjelaskan satu hal, yakni sedang berjalan skenario untuk mengangkat lagi isu terorisme melalui tangan AS, Australia, Singapura dan Filipina.
Berikutnya, Tim Densus 88 Markas Besar (Mabes) Polri kembali mengoperasi tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diduga menjadi tempat pelaku teror. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut penangkapan dua pelaku ‘teror Indonesia’ yang ditangkap oleh otoritas Malaysia yang kemudian diserahkan ke Polri (Jawa Pos, 7/4/2008).
Menindaklanjuti kunjungan Menhan AS Gates Februari 2008, Laksamana Timothy J Keating panglima Angkatan Laut AS wilayah Asia Pasifik, pada 10 April 2008 bertemu dengan Menhan Indonesia Juwono Sudarsono untuk membahas rencana kerjasama militer AS-Indonesia (Kompas, 11/4/08). Kerjasama dimaksud khususnya adalah kerjasama militer di laut. Padahal isu penting dalam kerjasama di laut adalah keamanan Selat Malaka yang menurut AS berada dalam ancaman terorisme.
Adanya campur tangan asing dalam isu terorisme diyakini oleh Mayjen (purn) TNI Zacky A Makarim, mantan Direktur Badan Intelijen Strategis. Beliau menegaskan, “Saya yakin sekali, bantuan Jaksa Agung AS kepada Jaksa Agung RI tujuannya adalah untuk kepentingan penegakkan hukum di Indonesia, money laundrying, terorisme, juga soal Ahmadiyah. Momentum 1 Juni dimanfaatkan kelompok pembela Ahmadiyah yang dibekingi asing untuk memecah-belah bangsa dengan dalih mempertahankan Pancasila.” (Rakyat Merdeka,17/6/08).
Setelah sebelumnya opini dikembangkan berkaitan dengan WNI di luar negeri, sekarang tekanan itu datang dari dalam negeri. Awal Mei 2008, Kedutaan Besar AS melaporkan bahwa Hargobind P Tahilramani, narapidana LP Cipinang, diduga telah mengirim SMS yang berisi ancaman untuk meledakkan Pentagon dan Kedutaan Besar AS di Jakarta. Dengan sigap Detasemen Khusus 88 pun menangkap Hargobind atas dasar laporan itu.Jelas, ini cara lain untuk menghidupkan kembali isu terorisme.
Berdasarkan dugaan tadi, sebenarnya bukan hal istimewa ketika diberitakan Densus 88 menangkap 9 tersangka teroris di Palembang, Sumatera Selatan. Yang menarik sekaligus janggal, salah satunya adalah warga Singapura keturunan India. Bahkan menurut petugas Gegana, kekuatan bom yang dibawanya lima kali lebih kuat dari Bom Bali. Dengan berita demikian dahsyat, tanpa melihat ledakkannya sekalipun, rakyat sudah ngeri dengan sendirinya. Diduga mereka adalah kelompok Noordin M Top dari Jamaah Islamiyah. Selain itu, dikatakan bahwa mereka adalah anak buah Kastari yang dikatakan kabur dari Singapura itu.
Jika realitasnya Kastari dibiarkan kabur oleh Singapura, maka menjadi jelas apa yang sebenarnya terjadi terkait dengan penangkapan orang-orang yang dituduh teroris di Palembang itu.
Membendung Arus Islam
Mengapa isu terorisme mencuat kembali? Jawabannya: untuk membendung arus Islam! Ada beberapa realitas yang menunjukkan hal ini. Pertama: isu terorisme tahun 2008 terjadi pada saat sedang menggelindingnya isu Islam radikal pasca Insiden Monas (1 Juni 2008). Mereka yang tidak suka dengan Islam menempatkan kelompok Islam yang ingin menerapkan Islam secarakaffah sebagai kelompok Islam radikal. Kelompok tersebut dianggap musuh yang mengancam. “Gerakan Islam radikal sudah sampai pada tingkat yang membahayakan kehidupan bersama dan demokrasi…Polisi harus menangkap dan memproses kaum radikal yang mengobrak-abrik prinsip demokrasi ini, ajukan ke jaksa untuk diadili dan dijatuhi hukuman.” (Iskandar Siahaan, Kepala Litbang Liputan6, dalam Liputan6.com, yang dipampang sejak 2/6/08). Cap Islam radikal inilah yang hendak dikaitkan dengan isu terorisme.
Kedua: saat ini dukungan terhadap syariah Islam makin kuat. Pertengahan Juni 2008 The Jakarta Post pernah memuat laporan dengan tajuk, “Dukungan terhadap Syariah Islam yang Menghawatirkan”, dengan menyebut 52% rakyat Indonesia setuju syariah Islam. Menurut beberapa penelitian, rakyat yang setuju penerapan syariah Islam mencapai 74%. Bahkan awal 2008 lalu Shariah Economic and Management Institute merilis, bahwa ada 83% rakyat Indonesia yang setuju syariah Islam diterapkan. Inilah yang sangat ditakuti oleh kalangan islamphobia yang didukung oleh negara-negara kafir, khususnya AS, Australia dan Singapura. Mereka sangat khawatir akan munculnya kekuatan Islam. Karenanya, sebelum terus membesar, kekuatan Islam perlu dicitraburukkan; salah satunya melalui isu terorisme.
Ketiga: peristiwa penangkapan tersangka terorisme dihubung-hubungkan dengan Islam. Buktinya, ayat-ayat kursi bertuliskan Arab yang menempel di dinding berulang-ulang disorot (TVOne, “Apa Kabar Indonesia Malam,” 2/7/08). Satu hal yang penting dicatat, di Palembang sedang gencar isu kristenisasi. Di antara yang paling menentang pemurtadan tersebut di sana adalah Forum Anti Pemurtadan (Fakta). Ternyata, beberapa orang yang ditangkap di Palembang adalah aktivis Fakta. Bahkan ke-9 tersangka yang ditangkap di Palembang disebutkan sebagai bagian dari Jamaah al-Islamiyah (JI). Padahal sejak awal istilah JI tidak dikenal sebagai nama suatu kelompok tertentu. Istilah ini sangat menyudutkan kelompok-kelompok Islam. Satu-satunya sumber yang menyatakan JI sebagai nama kelompok adalah Sydney Jones, peneliti ICG.
Keempat: sejak peledakan WTC tahun 2001 Bush mendefinisikan teroris sebagai pihak-pihak yang menentang kebijakan AS. “Either you are with us or with terrorists (Anda bersama kami ataukah bersama para teroris),” ujar Bush. Di Indonesia, saat ini sedang ramai penentangan terhadap banyak kepentingan AS, antara lain penghentian Namru 2; isu pengambilalihan (nasionalisasi) aset-aset publik yang notabene dikuasai AS seperti Migas, tambang, dll. Umat Islam dan organisasi Islamlah yang lantang menyuarakan kepentingan rakyat tersebut. Tidak aneh, isu terorisme diangkat kembali untuk meredam mereka.
Selain itu, isu terorisme digunakan oleh pihak asing untuk melemahkan Indonesia; seakan-akan Indonesia tidak aman. Akhirnya, situasi menjadi tidak stabil. Padahal baru saja pada 24-26 Juni 2008 digelar acara Forum Perdamaian Dunia ke-2 (The 2nd World Peace Forum) di Jakarta, yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara, tokoh agama, politik, pebisnis, cendekiawan, aktivis LSM dan jurnalis dari seluruh dunia. Ini adalah bukti bahwa Indonesia aman dan damai. Sungguh, menjadi tanda tanya ketika tiba-tiba muncul berita tertangkapnya teroris di Palembang.
Sikap Umat Islam
Benarkah kesembilan orang yang ditangkap itu teroris? Tidak jelas. Pernyataan bahwa mereka merupakan jaringan teroris JI hanya sepihak. Pengadilan belum membuktikan, pengakuan dari pihak yang bersangkutan pun tidak ada.
Satu hal yang sudah jelas: dari awal isu ‘perang melawan terorisme’ adalah perang melawan Islam. Karenanya, umat Islam perlu melakukan beberapa hal antara lain:
Selalu cermat dalam menerima berbagai informasi terkait kepentingan Islam dan umatnya.
Menyadari bahwa isu terorisme adalah alat yang digunakan oleh AS dan sekutunya untuk membungkam Islam.
Terus menjalin persatuan dan kesatuan antar berbagai komponen umat Islam sehingga tidak porakporanda dengan adanya isu terorisme tersebut.
Terus istiqamah berjuang menegakkan syariah Islam dan menyatukan umat dalam Khilafah melalui metode yang dicontohkan Nabi saw.: fikriyah(pemikiran), siyasiyah (politik) dan ghayru ‘unfiyah (tanpa kekerasan). []
Wahai kaum Muslim:
Dari serangkaian fakta di atas, jelas bahwa musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang dan negara-negara kafir begitu membenci Islam dan kaum Muslim. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:
]قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْلآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ[
Telah nyata kebencian dari mulut mereka (orang-orang kafir) dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika saja kalian memahaminya (QS Ali Imran [3]: 118).
Mereka tidak akan pernah berhenti menimbulkan fitnah atas Islam dan kaum Muslim. Namun demikian, agama Allahlah yang bakal memang, sebagaimanafirman-Nya:
]لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ وَقَلَّبُوا لَكَ اْلأُمُورَ حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ[
Sesungguhnya dari dulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan dan membuat pelbagai macam tipudaya untuk (menghancurkan)-mu hingga datang kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. (QS at-Taubah [9]: 48).
Wallahu a’lam bi ash-shawab. []
KOMENTAR:
Pasangan Cagub-Cawagub Soekarwo-Saifullah Yusuf telah menghabiskan dana kampanye Rp 1,3 triliun (Kompas, 8/7/2008).
Sekali lagi, demokrasi itu mahal, namun sering melahirkan para pemimpin yang korup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar