Senin, 21 Maret 2011

Amerika ‘Mengadakan’ KTT Arab di Riyadh Untuk Mengaborsi Problematika Umat Islam, Khususnya Palestina


Buletin al-Islam Edisi 350
بسم الله الرحمن الرحيم
Para penguasa Arab telah berkumpul untuk menghadiri konferensi mereka yang ke-19 selama dua hari, yaitu 28-29 Maret 2007 di Riyadh. Peserta konferensi yang hadir tetapi tidak tampak di permukaan adalah Amerika Serikat, yang diwakili oleh Menlu AS, Condoleeza Rice. Menlu AS, Condoleeza Rice telah mendapatkan kehormatan di Aswan, Mesir.
Dia kemudian memanggil Komite Politik dan Intelijen para penguasa tersebut. Komite tersebut bertemu pada tanggal 24 Maret 2007, yaitu menjelang dilangsungkannya konferensi, supaya mereka bisa mentransfer kepada para peserta konferensi tentang peta jalannya konferensi dan keinginan Bush tentang negara Yahudi dengan melakukan (normalisasi), sebagai kompensasi kepada negara Yahudi itu atas kekalahannya pada perang Juli.
Rice ternyata belum meninggalkan kawasan ini. Dia pun masih melakukan serangkaian lawatan kerja, antara Mesir, Yordania dan Palestina. Baru malam berlangsungnya Konferensi, dia pun kembali, setelah dia yakin bahwa Konferensi tersebut benar-benar berjalan sesuai dengan arahannya! Sebelum mengakhiri lawatannya pada tanggal 27 Maret 2007, tak lupa dia berpesan kepada para penguasa Arab agar “Mengulurkan tangan mereka kepada Israel —lebih dari apa yang selama ini telah diulurkan— sampai dia yakin, bahwa posisi Israel di kawasan tersebut sangat aman”.
Rice sebelumnya, ketika hendak meninggalkan Washington, di awal lawatannya, telah memberikan pernyataan, bahwa dia berharap —bahkan memerintahkan— agar para penguasa Arab itu dalam KTT mereka mengemukakan “Inisiatif Perdamaian Arab” yang mereka putuskan pada KTT Beirut 2002, dan akan mereka aktifkan melalui apa yang digambarkannya sebagai “Diplomasi Aktif”. Begitulah, kemudian lahirlah rekomendasi akhir Konferensi pada hari ini, yang menegaskan dengan jelas perlunya membobilisasi Inisiatif Arab, yang sebenarnya merupakan buatan Amerika, yang telah disiapkan oleh Thomas Fredman, kemudian diadopsi oleh Amir Abdullah pada saat itu, lalu dia ajukan kepada KTT Beirut, dan KTT pun menyetujuinya, sehingga jadilah inisiatif tersebut sebagai “Inisiatif Perdamaian Arab”.
Amerika, di bawah pemerintahan Neo-Konservatifnya telah berhasil membuat para penguasa Arab itu mendeklarasikan secara terbuka, tidak lagi sembunyi-sembunyi, dan dengan pernyataan yang jelas, bukan lagi dengan bahasa isyarat —melalui inisiatif mereka yang telah disebutkan sebelumnya— bahwa masalah Palestina tersebut tidak akan melampaui batas pencaplokan Israel tahun 1967. Itulah yang menjadi obyek perselisihan dan tarik ulur dalam perundingan guna mewujudkan solusi bagi masalah tersebut. Itulah yang juga menjadi obyek pembicaraan mengenai pendirian negara Palestina di sana…. Adapun Palestina yang dicaplok pada tahun 1948, itu murni merupakan hak milik Yahudi, yang pada prinsipnya harus diterima dan tidak boleh dipersoalkan, sesuai dengan dokumen yang telah ditandatangani oleh para penguasa Arab!
Yang dituntut setelah itu adalah, penduduk Palestina harus mengumumkan persetujuannya terhadap dokumen tersebut sebagaimana yang telah dilakukan oleh para penguasa Arab itu. Meski otoritas Palestina telah menyetujui Inisiatif Arab yang telah disebutkan tadi, tetapi ketika itu pemerintahan Palestina hanya berasal dari satu kelompok yang bercorak Sekular, sementara mereka menginginkan otoritas Palestina yang mewakili kaum Sekular dan Islam, yang sepakat dengan inisiatif tersebut, sehingga yang melakukan penarikan diri dari tuntutan Pelestina yang dicaplok pada tahun 1948 adalah seluruh lapisan penduduk Palestina, dan bukan hanya para penguasa Arab.
Inisiatif itu telah menanti waktu selama lima tahun hingga berlangsungnya Kesepakatan Makkah yang menyatakan keharusan untuk terikat, bahkan menghormati berbagai keputusan internasional, KTT Arab dan kesepakatan PLO. Padahal semuanya itu berisi pengakuan kepada negara Yahudi, kemudian dibentuklah Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina berdasarkan prinsip ini. Semuanya itu mengindikasikan kesiapan Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina untuk menyetujui Inisiatif Arab itu. Sebab, naskahnya tidak jauh berbeda dengan naskah Kesepakatan Makkah, kecuali pada bagian kecil yang dengan mudah bisa dijelaskan.
Ketika itu, Amerika memutuskan untuk menghidupkan kembali inisiatif yang sudah lama beku, kemudian diajukan kembali pada KTT Riyadh supaya persetujuan para penguasa Arab terhadap inisiatif yang diputuskan pada KTT Beirut itu benar-benar sempurna dengan adanya persetujuan penduduk Palestina dalam KTT Riyadh, yang direpresentasikan oleh —seperti yang mereka klaim— Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina, baik dari kalangan Sekular maupun Islam! Kesepakatan menyeluruh ini merupakan hadiah yang diberikan oleh Neo-Konservatif kepada negara Yahudi melalui berbagai penarikan diri secara bertahap yang diberikan oleh para penguasa dan otoritas tersebut.
Wahai kaum Muslim:
Dalam KTT Beirut tahun 2002, atas nama “Inisiatif Perdamaian Arab”, Amerika telah berhasil menjadikan para penguasa Arab itu mencoret kalimat “Palestina yang dicaplok tahun 1948″ dari kamus mereka. Pada hari ini, dalam KTT Riyadh, Amerika juga berhasil menambahkan, selain para penguasa Arab itu, juga otiritas Palestina dan pemerintahannya dari kedua faksi, baik Sekular maupun Islam, agar mereka juga mencoret kalimat “Palestina yang dicaplok tahun 1948″ —dari kamus mereka— dengan persetujuan mereka terhadap keputusan KTT Arab di Riyadh, terutama keputusannya tentang “Inisiatif Perdamaian Arab”.
Sesungguhnya mereka telah menjustifikasi penghinaan, penyepelehan dan ketundukan kepada Yahudi melalui persetujuan mereka terhadap inisiatif tersebut. Mereka juga menjustifikasi dengan pernyataan mereka, bahwa dengan inisiatif tersebut mereka akan mengembalikan bagian yang dicaplok pada tahun 1967 dan mendirikan sebuah negara di sana. Dimana mereka —sesuai dengan klaim mereka— tidak mampu memerangi dan mengalahkan Yahudi, serta mengembalikan Palestina. Sekalipun mereka bohong, dengan klaim mereka itu, sebenarnya kalau mereka mau memobilisir pasukan untuk berperang, dan mengorganisir orang-orang yang mampu sebagai tentara disana, pasti entitas Yahudi itu bisa dihancurkan. Fakta-fakta peperangan yang sesungguhnya —bukan peperangan konspiratif (rekaan)— dengan Yahudi, meski faktanya hanya sedikit, ternyata membuktikan semuanya itu. Meski pendudukan atas sejengkal tanah kaum Muslim juga telah mewajibkan adanya mobilisasi pasukan untuk berperang, dan kaum Muslim pun tetap dalam kondisi perang yang sesungguhnya dengan agresor betatapun lama waktunya sampai mereka berhasil mengembalikan jengkal tanah tersebut,Dan meski penarikan diri dari tuntutan atas Palestina yang dicaplok pada tahun 1948 mendapat imbalan sebuah negara di wilayah Palestina yang dicaplok pada tahun 1967 —bahkan kalau negara ini berhasil didirikan sekalipun— itu merupakan bentuk pengkhianatan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin; yang akan menjerumuskan pelakunya dalam kehinaan di dunia dan azab yang sangat besar di akhirat, kalau saja mereka mengetahuinya.
Meski dengan semuanya itu, bahkan kalau pun kita telah berhasil melampaui semuanya itu, maka Inisiatif Arab tersebut —terlepas dari berbagai tambahan perubahan penarikan diri dan 1000 inisiatif yang serupa— sebenarnya wilayah yang dicaplok tahun 1967, dengan nama dan gambarnya tetap tidak akan pernah bisa dikembalikan. Karena prinsip dasar Yahudi sejak mereka dimasukkan oleh Inggris ke Palestina, kemudian ditancapkan oleh Inggeris dan para anteknya, adalah mereka harus mempunyai sebuah negara di Pelestina. Sejak saat itu, setiap kali Yahudi menyepakati penarikan diri dari sedikit haknya, mereka pun menuntut hak yang lebih besar. Karena mereka paham, bahwa setiap kali mereka melepaskan hak mereka sekali, mereka pasti akan melepaskan hak-hak mereka yang lain, dan setiap mereka melepaskan satu bagian, pasti mereka akan melepaskan bagain-bagian yang lain. Karena itu, mereka mencatat lepasnya satu wilayah sebagai poin untuk kepentingan mereka, kemudian dari sana mereka bertolak ke poin-poin yang lain. Demikianlah seterusnya.
Maka, Yahudi itu akan terus mencaplok Palestina lebih dari yang dicaplok pada tahun 1967 selama mereka belum dikalahkan dalam sebuah peperangan, dan selama entitas mereka belum bisa dihancurkan. Karena itu, mereka akan terus menghapus inisiatif tersebut, lebih dari apa yang pernah dihapus, baik dengan menggerogoti perbatasan dengan pembangunan tembok, maupun dengan pembangunan pemukiman.. atau dengan mempersempit isu pengungsi, hingga nyaris sebagian dari mereka, apalagi semuanya, tidak bisa dikembalikan ke Tepi Barat dan Gaza! Atau dengan mengubah wajah al-Quds yang diberikan oleh mereka yang menarik diri agar menjadi bagian dari pinggir kota Abu Dees dan al-Ezariya. Ini pun kalau masih ada. Sementara Yahudi yakin bisa merealisasikannya, sebab pihak yang manarik diri dari tuntutan atas Palestina yang dicaplok tahun 1948, pasti akan menarik diri dari tuntutan atas bagian lain yang dicaplok tahun 1967, tanpa rasa malu sedikitpun kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin.
Siapa saja yang hina, maka kehinaan pun akan mudah menimpanya
Tidakkah luka itu tak pernah lagi mendatangkan rasa sakit bagi mayit?
Sesungguhnya inisiatif yang dihasilkan melalui KTT Riyadh 2007 itu telah merealisasikan satu hal baru bagi Yahudi, melebihi apa yang telah mereka raih pada KTT Beirut 2002. Hal baru ini adalah, bahwa selain KTT tersebut telah berhasil menambahkan penandatanganan para penguasa Arab terhadap dokumen penjualan Palestina tahun 1948 dengan imbalan negara kerdil di wilayah yang dicaplok pada tahun 1967, KTT tersebut juga menambahkan tanda tangan baru, yaitu tanda tangan Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina atas nama kaum Sekular dan Islam! Inilah yang diisyaratkan oleh Saud al-Faishal ketika ditanya saat konferensi pers tanggal 25 Maret 2007 tentang hal baru dalam KTT Riyadh tersebut. Dia menegaskan, bahwa ada hal baru, yaitu kesepakatan Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina dengan Arab terhadap strategi Arab untuk menyelesaikan perselisihan Arab-Israel.
Wahai kaum Muslim:
Dalam KTT Riyadh para penguasa Arab itu tidak hanya menikam Palestina berkali-kali, yang sebenarnya bukan hal yang baru. Namun, mereka juga telah menambah dengan tikaman-tikaman lain sebagaimana yang ada dalam keputusan mereka:
Mereka, misalnya, telah mendukung pemerintahan sementara bentukan Amerika di Somalia. Padahal, pemerintahan sementara itulah yang memfasilitasi invasi pasukan Ethiopia ke Somalia dengan perintah dan dukungan Amerika. Sementara mereka diam terhadap masalah yang sesungguhnya di Darfur yang telah dimulai oleh Prancis melalui antek-antek militernya di Chad. Kemudian Inggris dan Amerika ikut campur tangan. Mereka juga tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengusir pendudukan Amerika di Irak. Bahkan setiap kali kebrutalan agresor itu bertambah, bertambah pula penampakan kasih sayang para penguasa itu kepada Amerika. Demikian halnya mereka membiarkan Lebanon menjadi ajang konflik antara Amerika dan Prancis, sementara para penguasa itu tidak pernah mau menyatakannya, meski dengan suara lirih sekalipun!
Pada saat yang sama, para penguasa Arab itu juga memutarbalikkan fakta. Mereka tidak pernah menyebut sesuatu dengan sebutan yang benar. Namun, mereka menampakkan keputusan mereka sebagai pertolongan, kemenangan dan pembebasan yang gemilang atas Palestina,SudanIrakSomalia dan Lebanon… ! Semoga Allah membinasakan mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?
Wahai kaum Muslim:
Musibah yang menimpa umat ini sebenarnya terletak pada diri penguasa mereka. Penguasa umat inilah yang telah dengan suka rela menikmati kebohongan yang mereka lakukan terhadap publik. Mereka begitu peduli terhadap penyesatan. Mereka juga sangat kreatif dalam memutarbalikkan fakta. Mereka bersaksi atas diri mereka dengan keburukan. Andai bukan karena ayat dalam Kitabullah yang menyatakan:
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًااللهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
(Ingatlah) ketika suatu kaum di antara mereka ada yang berkata, “Mengapa kalian menasihati kaum yang akan Allah binasakan atau Allah azab dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (melepaskan tanggungjawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa. (Q.s. al-A‘raf [7]: 164).
Pastilah kami tidak akan mengeluarkan penjelasan apapun tentang KTT mereka. Tetapi, kami ingin mempunyai alasan kepada Tuhan kami. Mudah-mudahan penjelasan ini akan membangunkan orang yang tertidur, menyadarkan orang yang berkhianat, atau mengembalikan akal orang yang tak tersadarkan.
Allah SWT. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) serta jangan pula kalian mengkhianati amanat-amanat yang telah dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahuinya. (Q.s. al-Anfal [8]: 27).
1 Rabiul Awal 1428 H
29 Maret 2007
Hizbut Tahrir
__________________
KOMENTAR AL-ISLAM:
Amerika: Supremasi Hukum RI Lemah (Hidayatullah.com, 9/4/2007).
Yang kuat di negeri ini adalah intervensi Amerika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar