Rabu, 23 Maret 2011

Di Balik Isu Aliran Sesat


[BULETIN AL-ISLAM EDISI 377]
Akhir-akhir ini, masyarakat kembali digemparkan dengan kemunculan aliran sesat. Bak cendawan di musim hujan, kemunculannya semakin lama semakin banyak. Modus yang diangkat umumnya adalah mengaku ada nabi/rasul setelah Muhammad saw. Sebut saja Ahmadiyah yang mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai rasul, kelompok Lia Eden yang mengaku mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, dan baru-baru ini muncul kelompok yang disebut-sebut al-Qiyadah al-Islamiyah. Kelompok terakhir ini meyakini Rasulullah Muhammad saw. telah berakhir masa tugasnya sampai 1400 H. Ahmad Mushaddeq (pimpinan kelompok tersebut yang dulunya non-Muslim), mengklaim dirinya “Rasul Al-Masih Al-Mau’ud“. Dalam syahadatnya, mereka tidak mengakui Muhammad saw sebagai nabi/rasul. Mereka berkeyakinan bahwa al-Quran sekarang tinggal tulisan (bacaan)-nya, sedangkan jiwa (ruh)-nya sudah hilang sejak 1300 (seribu tiga ratus) tahun yang lalu. Mereka menyatakan: beribadah tanpa mengikuti Al-Masih Al-Mau’ud tidak akan diterima; shalat lima waktu tidak wajib; orang Islam di luar kelompok mereka dianggap kafir/jahiliah; dll. Hal-hal tersebut jelas-jelas menyimpang dari akidah dan hukum Islam yang qath‘i (tegas).

Menentukan Sikap
Memang, siapapun tidak boleh serampangan menuding suatu kelompok sesat. Perlu didudukkan makna sesat (dhalal) itu sendiri. Suatu paham dikatakan sesat jika bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum syariah yang qath‘i. Suatu paham yang menyimpang dari rukun iman, rukun Islam, dan atau tidak mengimani kandungan al-Quran dapat dikategorikan sesat. Apalagi syahadatnya bukan syahadat Islam. Dilihat dari sudut ini, al-Qiyadah al-Islamiyah dengan keyakinannya seperti di atas dapat digolongkan kelompok sesat karena keluar dari akidah Islam. Pengakuan suatu kelompok atas seseorang sebagai rasul yang diutus dengan suatu syahadat adalah suatu bentuk kemungkaran yang merusak kesucian akidah Islam yang hanya mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul terakhir, sebagaimana firman Allah SWT:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS al-Ahzab [33]: 40).
Imam ath-Thabari menafsirkan ayat tersebut antara lain dengan menyatakan, “Nabi Muhammad adalah Rasulullah dan penutup para nabi (khâtam an-nabiyyîn). Beliau adalah penutup kenabian (nubuwwah) sekaligus orang yang diberi cap kenabian. Atas dasar itu, kenabian (nubuwwah) tidak akan dibukakan kepada seorang pun setelah Beliau hingga Hari Kiamat.” (Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, XX/278).
Imam Ibnu Katsir menyatakan:
Ayat ini merupakan nash yang menunjukkan tidak adanya nabi setelah Nabi Muhammad saw. Jika tidak ada nabi setelah Beliau, apalagi seorang rasul. Sebab, kedudukan risalah (kerasulan) lebih khusus daripada kedudukan nubuwah (kenabian). Pasalnya, setiap rasul adalah nabi, dan tidak sebaliknya. Oleh karena itu, masalah ini telah disebutkan oleh hadis-hadis mutawatir yang diriwayatkan oleh mayoritas Sahabat dari Nabi saw…Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi saw. pernah bersabda,“Sesungguhnya, risalah dan nubuwah telah terputus. Tidak akan ada rasul dan nabi setelahku.” [HR Ahmad] (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr,QS al-Ahzab [33]: 40.
Hal senada disampaikan oleh Imam ath-Thabari (Tafsîr ath-Thabari,XX/278; Imam al-Baghawi (Tafsîr al-Baghawi, VI/358; Imam asy-Syaukani (Fath al-Qadîr, VI/52).
Pengakuan tentang nabi/rasul setelah Muhammad saw. ini pun menikam hadis-hadis Rasulullah saw., antara lain:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dulu Bani Israil diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, nabi yang lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku dan akan ada para khalifah, yang berjumlah banyak.” Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi saw. bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama saja dan berilah mereka haknya. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang mereka urus.” (HR Sahih al-Bukhari, XI/271).
Hadis-hadis dengan redaksi dan pengertian senada juga diriwayatkan oleh para imam hadis yang lain. Semuanya menggambarkan bahwa Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir. Sesudah Beliau, umat dipimpin bukan oleh nabi atau rasul, melainkan para khalifah yang menerapkan Islam yang dibawa Rasulullah saw.

Ada Apa?
Kemunculan aliran-aliran yang menyimpang dari Islam penting untuk dicermati. Sebab, sering bukan semata-mata karena ajaran yang dikembangkannya, melainkan juga merupakan upaya untuk menghancurkan Islam itu sendiri. Ada beberapa hal yang menarik dicatat. Pertama: ada upaya stigmatisasi (cap negatif) istilah. Munculnya aliran-aliran tersebut selalu menggunakan istilah-istilah yang memojokkan Islam. Sebagai contoh, dulu sempat dimunculkan gerakan Komando Jihad yang ternyata sudah menjadi rahasia umum bahwa kelompok tersebut rekayasa intelijen pada masa Orde Baru. Dengan nama itu, istilah jihad dikotori sehingga umat Islam menjadi alergi terhadap istilah itu. Padahal jihad merupakan ajaran Islam yang mulia. Bayangkan, tanpa ajaran jihad, bagaimana mungkin para ulama menggerakkan rakyat hingga berhasil mengusir penjajah?
Belakangan dimunculkan istilah ‘Jamaah Islamiyah’ sebagai kelompok teroris. Dengan istilah tersebut, kelompok-kelompok (jamaah-jamaah) Islam distigmatisasi dan dicap negatif. Padahal istilah jamaah merupakan istilah bagi kesatuan umat. Karenanya, dapat dikatakan bahwa stigmatisasi istilah tersebut ditujukan untuk mencegah kesatuan umat dan agar umat menjauhi kelompok-kelompok yang memperjuangkan syariah. Di Jawa Barat bulan lalu muncul kelompok al-Quran Suci yang tidak mengakui hadis/sunnah Nabi saw. (inkar sunnah). Istilah ini akan dapat memunculkan stigma negatif terhadap al-Quran sebagai kitab suci. Kini, muncul kelompok ‘al-Qiyadah al-Islamiyah’ yang menyimpang. Istilah yang berarti kepemimpinan islami ini merupakan istilah yang baik. Umat pun sekarang merindukan adanya kepemimpinan Islam. Dengan munculnya kelompok dengan nama tersebut, jelas ada target untuk menjauhkan umat dari kepemimpinan Islam (qiyâdah islâmiyah) yang menerapkan Islam melalui stigmatisasi istilah.
Kedua: kemunculan aliran-aliran sesat tersebut menanamkan sikap saling curiga terhadap sesama Muslim atau kelompok Islam. Adanya sikap saling curiga ini akan mempersulit terjalinnya ukhuwah yang justru kini sedang dirajut.
Ketiga: adanya provokasi. Jika Pemerintah dan ulama tidak sigap dan bijaksana bukan mustahil kemunculan kelompok yang menyimpang dari Islam merupakan upaya provokasi agar terjadi bentrok fisik antar sesama Muslim. Di Jawa Barat sudah ada sebagian kaum Muslim yang telah mengumandangkan akan men-sweeping anggota kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Bukan tidak mungkin ada salah tangkap atau salah sweeping. Jika ini terjadi, lagi-lagi umat Islam akan mengalami kerugian.
Keempat: umat perlu waspada dan cermat dalam menilai. Di antara ajaran yang dianut kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah adalah mendirikan Negara Islam versi mereka bahkan mendirikan Khilafah ala mereka. Pertanyaannya, apa mungkin kelompok yang tidak mengaku Muhammad saw. sebagai rasul dan nabi terakhir, memandang al-Quran sudah hanya tinggal tulisan, menyatakan shalat tidak wajib dan bahkan menyimpang dari rukun iman, lalu memperjuangkan hukum Islam dan kepemimpinan Khilafah yang sesuai hukum syariah? Umat jangan terjebak menolak syariah (salah satunya kepemimpinan umat dalam Khilafah) yang diperintahkan Allah dan Rasul hanya karena adanya kelompok tersebut.
Kelima: sering munculnya aliran-aliran sesat tersebut mencerminkan Pemerintah tidak sungguh-sungguh menjaga akidah umat dan syariahnya. Padahal tugas penguasa Muslim (ulil amri) antara lain:
Mereka adalah pihak yang akan menjalankan lima urusan kita; menyelenggarakan shalat Jumat, jamaah, shalat Id, menjaga tapal batas negara, dan memberlakukan hudûd (hukum Islam). Demi Allah, agama ini tidak akan sempurna tanpa mereka (penguasa), meskipun mereka suka berbuat dosa dan zalim (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Adab al-Hasan al-Bashri, hlm. 121. Lihat pula: Jâmi‘ al-‘Ulûm wa al-Hikam,II/117); pemeliharaan agama dan pengaturan dunia dengannya. (Al-Mawardi, Al-Ahkâm ash-Shulthâniyah, hlm. 5).
Karena itu, umat harus memiliki negara dan pemerintah yang benar-benar menjaga akidah dan menerapkan syariah.
Keenam: tidak menutup kemungkinan adanya skenario untuk menghancurkan Islam, mengadu-domba umat Islam, dan menjauhkan umat dari para pejuang syariah Islam. Menarik disimak pernyataan Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Prof. DR. Achmad Satori Ismail, “MUI sudah melakukan survei, ternyata aliran sesat yang akhir-akhir ini cukup marak itu merupakan skenario asing.”
Beliau menyebut kesimpulan MUI itu diperoleh dari temuan adanya pemimpin aliran yang tidak dapat membaca al-Quran. “Kami heran, lalu kami tanya pengetahuan pemimpin itu tentang Islam dan siapa yang membayarnya untuk menyebarkan aliran sesat, dia menyebut sebuah negara (asing),” ucapnya.

Wahai kaum Muslim:
Waspadalah! Umat Islam sedang terus dihancurkan. Isu war on terrorismyang diusung musuh-musuh Islam tidak mampu merobohkan Islam dan perjuangan penerapan Islam. Kini isu aliran sesat digulirkan untuk tujuan yang sama. Wallâhu a‘lam. []
Komentar al-islam:
Pemerintah Tak Akan Toleransi Aliran Agama Sesat (Republika.co.id, 30/10/2007).
Begitulah seharusnya sikap penguasa Muslim dalam melindungi akidah umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar